Minggu, 27 November 2011

SEJARAH PERJUANGAN RAKYAT LOMBOK TIMUR

BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Perjuangan Bangsa Indonesia dalam mewujudkan kemerdekaannya dari tangan para penjajah sama usianya dengan penjajahan itu sendiri. Perjuangan ini berlangsung dari kurun waktu ke kurun waktu. Sebagai mata rantai perjuangan rakyat di berbagai daerah.
Salah satu perjuangan itu terjadi Pulau Lombok yaitu adanya perlawanan rakyat Lombok terhadap Belanda pada tahun 1894 yang menewaskan Wakil Panglima tentara Belanda Mayjen. P.P.H. Van Ham.
Di Lombok Timur muncul juga perlawanan-perlawanan terhadap Belanda seperti Perang Gandor pada 1898, pemberontakan Pringgabaya 1 tahun 1911 dan pemberontakan Pringgabaya 2 pada tahun 1913. Pada akhir masa penjajahan Belanda yang beralih ke masa penjajahan Jepang perlawanan rakyat semakin tinggi, ini dibuktikan dengan terjadinya peristiwa pertempuran di Barangpanas Desa Kembang Kuning pada 11 Desember 1945 dan perlawanan Lasykar rakyat di Desa Wanasaba pada 17 Desember 1945. Selanjutnya terjadi penyerangan terhadap markas tentara Gajah Merah milik NICA di Selong.
Peristiwa-peristiwa di atas jelas menegaskan semangat pantang menyerah rakyat Lombok Timur dalam memperjuangkan kemerdekaan dengan kalimat Takbir dan pekikan Merdeka.
B.     Rumusan Masalah
§  Menjelaskan keadaan Lombok Timur menjelang pecahnya Perang Asia Timur Raya dan Masa Pendudukan Jepang
§  Menjelaskan situasi menjelang Proklamasi Kemerdekaan RI
§  Menjelaskan berbagai peristiwa perlawanan rakyat terhadap pendudukan Jepang di Lombok Timur
§  Menjelaskan berbagai macam perlawanan rakyat Lombok Timur terhadap tentara NICA.
C.     Tujuan
§  Mengetahui keadaan Lombok Timur menjelang pecahnya Perang Asia Timur Raya dan Masa Pendudukan Jepang
§  Mengetahui situasi menjelang Proklamasi Kemerdekaan RI
§  Mengetahui berbagai peristiwa perlawanan rakyat terhadap pendudukan Jepang di Lombok Timur
§  Mengetahui berbagai macam perlawanan rakyat Lombok Timur terhadap tentara NICA.

BAB II
PEMBAHASAN
1. Menjelang Pecahnya Perang Asia Timur Raya dan Masa Pendudukan Jepang
A.       Lombok Timur Sebelum Perang Asia Timur Raya
Masa pemerintahan Belanda terkenal dengan politik pecah belahnya. Rakyat selalu diselimuti kebodohan serta keterbelakangan dalam segala aspek kehidupan. Pada masa itu, menurut pembagian geografis, Lombok Timur disebut Onder Afdeeling van Oost Lombok dengan kedudukan Controleur di Selong. Pada tingkat bawah terdapat Kepala Distrik yaitu antara lain: Distrik Pringgabaya dikepalai oleh Lalu Noersaid, Distrik Rarang Timur yang berpusat di Selong dikepalai oleh Lalu Mesir, Distrik Masbagik dikepalai oleh H. Moestafa, Distrik Sakra dikepalai oleh Mamiq Mustiarep, Distrik Rarang Barat dikepalai oleh H. Kamaloedin. Sedangkan distrik yang agak luas diangkat seorang Asisten Distrik yaitu Mamiq Muhammad yang menjabat sebagai Asisten Distrik Pringgabaya dan Mamiq Ripaah yang menjabat sebagai Asisten Distrik Masbagik Timur yang berpusat di Masbagik Timur.
Dibawah Distrik ini adalah Kepala Desa yaitu orang kaya atau orang berpengaruh. Setiap desa dilengkapi oleh keliang, tempek, dan beberapa pekasih.
Pada masa itu dalam dunia pendidikan yaitu hanya terdapat dua jenis sekolah yaitu di tingkat desa terdapat sekolah desa (volkschool) sampai kelas 3 dan di tingkat distrik terdapat vervokschool yaitu lanjutan sekolah desa sampai kelas 5. Vervokschool ini hanya terdapat di Pringgabaya, Selong, Masbagik dan Sakra. Di selong pada waktu itu juga terdapat SD yang berbahasa Belanda yaitu Schalkeschool yang dikelola yayasan “Anjah Sasak” asuhan dr. Soejono.
Menjelang tahun ’40-an di Selong dibuka sekolah kursus guru yaitu Cursus Volk Onderways yang lulusannya menjadi guru sekolah desa, sedang guru sekolah lanjutan yaitu lulusan Normal Cursus Singaraja Bali.
Pihak swasta juga pada masa itu sudah mendirikan sekolah. Salah satunya yaitu Organisasi Muhammadiyah mendirikan Madrasah Diniyyah Islamiyah di Selong, Serta NWDI yang mendirikan Madrasah Tsanawiyah di Pancor pada Tahun 1935. Sebelum itu pada sekitar tahun 1930-an Madrasah Al-Irsyad didirikan di Labuhan Haji.
Meski dalam pendidikan umum sangat terbelakang, namun dalam pendidikan agama, rakyat Lotim sangat fanatik. Banyak ulama dari daerah ini antara lain: yaitu TGH Moh. Harits Mansyur di Pohgading dari kalangan Muhammadiyah, TGH. Zainuddin AM, TGH. Umar dari Kelayu,  TG. Badar dari Pancor dll.
Sejak tahun 1940-an berdiri kepanduan Hizbul Wathan Muhammadiyah yang dipimpin pemuda dari Yogya yaitu Muhasan Malaka, Abd. Muin, dan Sahabuddin.
Semangat nasionalisme pada waktu itu tidak bisa berkembang, baru pada 1930-an datang seorang Muballigh Muhammadiyah asal Yogya datang ke Selong menanamkan semangat kebangsaan dan pantang menyerah yang cukup berhasil .
B.        Masa Pendudukan Jepang
Di Pulau Lombok Jepang mendarat pertama kali di Ampenan pada tanggal 8 Mei 1942. Selanjutnya pada 12 Mei 1942 rakyat menyambut gembira datangnya Jepang di Labuhan Haji dan di Lapangan Kota Selong (Sekarang Masjid Agung Al-Mujahidin), yang kemudian pada akhirnya kecewa karena Merah Putih dan lagu Indonesia Raya dilarang berkibar dan berkumandang
Untuk melanjutkan pemerintahan Sipil tentara Jepang mengangkat pegawai dari bangsa Jepang dan Bangsa Indonesia. Kepala Pemerintahan Lotim bentukan jepang disebut Tobu Lombok Bunken Kanrikan. Sistem pemerintahan Jepang pada waktu itu sangat otoriter yaitu adanya Romusha yang membangun benteng pertahanan di Tanjung Ringgit yaitu berupa terowongan dan meriam.
Di bidang Pendidikan pada masa ini banyak di buka  sekolah-sekolah, antara lain yaitu sekolah guru empat tahun ( Sihan Gakko) di Selong. Pada 1942 sekolah guru ini dipindah ke Mataram. Di sekolah-sekolah ini diajarkan tentang bahasa jepang dan pelajaran geopolitik  Asia Timur Raya yang diarahkan pada pemujaan kejayaan Jepang. Di sekolah ini juga serta di kantor-kantor diwajibkan melakukan senam (taiso), siang hari latihan militer (kyoren) dan pada sore diadakan kerja bakti ( kinrohisi), demikian pula apel bendera menghormati bendera Hinomaru yang didahului hormat membungkuk 45’.
Lama kelamaan sejak pendudukan jepang, kondisi ekonomi masyarakat sangat parah karena hasil pertaniannya diserahkan pada jepang. Hutan di Pringgabaya ditanami kapas, pohon bambu, sapi, ayam,telur diambil secara paksa dari rakyat. Akibatnya rakyat banyak yang sakit, bahkan sampai mati kelaparan.
Akibat dari keadaan yang mengenaskan ini, rakyat saling curiga satu sama lain. Tidak sedikit yang menjadi korban kempetai (kaki tangan jepang). Salah satu kempetai yang sangat ditakuti yaitu Wayan Yatra yang mati mengenaskan dengan cara gantung diri di penjara Mataram sekitar pertengahan tahun 1946.

2.       Menyambut Proklamasi Kemerdekaan
A.       Keadaan Menjelang Proklamasi
Pertengahan Agustus 1945, sebanyak empat orang anggota Syu Kai Giin (wakil rakyat) dari Lombok yaitu: R.N. Noeraksa, Mamiq Fadelah, Go Sin Tjong, dan I Nengah Metera yang akan mengikuti konferensi sehubungan dengan persiapan penyerahan Kemerdekaan Indonesia dari Jepang kepada Bangsa Indonesia. Akhirnya konferensi ini batal karena di dalam perjalanan, mereka mendengar Jepang menyerah kepada sekutu.
Pada tanggal 18 Agustus 1945 Ken Kanrikan daerah Lombok menyelenggarakan rapat di Mataram. Dalam rapat tersebut diumumkan bahwa Jepang telah berdamai dengan sekutu, tetapi keamanan masih dipegang Dai Nippon.
Pertengahan September 1945 para pelajar asal Sumbawa yang sekolah di Jawa pulang. Salah satu pelajar itu adalah Lalu Mandja yang berasal dari Sumbawa mengumumkan bahwa pengumuman kemerdekaan di Surabaya telah diumumkan pada rapat umum tanggal 9 September 1945.Atas berita ini Pemerintah Daerah Lombok mengadakan rapat dengan seluruh tokoh masyarakat di gedung Mardibekso Mataram yang mengahasilkan keputusan bahwa rakyat Lombok bertekad menyambut Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan secepatnya membentuk badan-badan perjuangan.
B.       Pembentukan Badan-Badan Perjuangan
Badan-badan perjuangan yang pertama-tama berdiri di daerah Lombok yaitu Komite Nasional Indonesia Daerah Lombok, Badan Keamanan Rakyat, PMI, dan BBI yang berdiri pada  8 Oktober 1945. Pembentukan badan-badan ini dimulai ketika utusan Gubernur Sunda Kecil R. Hollan yang membawa surat tugas dari Gubernur Sunda Kecil Gusti Ketut Poedja yang berisi penunjukan Made Putu Wirya sebagai formatur pembentukan KNI Daerah Lombok disertai utusan dari Jawa Soekardani dan Soekardi.
KNI Daerah Lombok ini diketuai Hasmo Soewignyo dengan anggota Lalu Danilah, Lalu Serinata, Selamet, D.A. Comenit, Made Putu Wirya, Lalu Oesman dll., sedangkan BKR daerah Lombok diketuai Soekotjo dengan dibantu Soekardi, Rameli, Mursayid, Hanafiah dll. Sementara itu Barisan Buruh Indonesia diketuai Soemantri dengan  beberapa pengurus lainnya.
Dalam perkembangan berikutnya, di Lombok Barat dibentuklah organisasi Persatuan Umat Islam Lombok (PUIL) yang didirikan oleh H. Mustajab, H. Said, Moerdikun, Hamzah Karim, H. Musannif, H. Saroedji, Abd. Hakim, Moh. Zain, H. Hanan, H. Djalaluddin.
Setelah dibentuknya badan-badan perjuangan tersebut maka segeralah diadakan rapat-rapat umum untuk mengumumkan Proklamasi Kemerdekaan. Rapat umum itu berurutan dari tanggal 15 Oktober 1945 di Lapangan Mataram, 16 Oktober 1945 di Lapangan Praya, serta pada tanggal 17 Oktober 1945 di Lapangan Selong.
Di Lapangan Balapan Kuda (sekarang Lap. Nasional) Selong, rapat umum ini dihadiri puluhan ribu rakyat Lombok Timur. Karena pada saat itulah untuk pertama kali Bendera Merah Putih dikibarkan dan disambut dengan kegembiraan dan tangis haru. Teriakan kemerdekaan membahana dimana-mana bahkan lencana Merah Putih melekat pada topi dan baju siswa, pegawai, pemuda dan rakyat.
Kemudian dibentuklah badan-badan perjuangan di Lombok Timur. KNI Lombok Timur untuk pertama kali dipimpin Dr. Kt. Noeridja, dengan R.B. Moedjiman, Noersana, Rasjidi, Joesoep Tajib Napis, H. Nasroeddin, serta Made Gelgel sebagai wakil ketua. BKR dengan kepengurusan Poetrajab, Mas Asmo, Atjih Harta, Hasan, Moh. Amin, serta Inang Bin Alam.
PMI dengan susunan kepengurusan Dr. Kt. Noeridja dibantu Sedek, Kasimoen, Arsinah dll. Juga dibentuk BBI dengan pengurus Mas Soedarmo, R. Rakso Atmojo, Soewono serta bagian Logistik yaitu Made Raken, Oemar, Moertondo dll.
Selanjutnya pengumuman kemerdekaan dilanjutkan pada tingkat distrik. Dalam setiap rapat umum dibentuklah KNI dan BKR kedistrikan, di Distrik Pringgabaya KNI dipimpin oleh Mamiq Muhammad, L. Thohir dll, BKR dipimpin L. Abd. Rahman dan L. Wirasakti, Di distrik Masbagik KNI dipimpin oleh Mamiq Noersim dan L. Sjoekoer sedangkan BKR dipimpin Moehammad dll. Di Kedistrikan Rarang Barat yang berpusat di Sikur KNI dipimpin oleh R. Soekro, sedang BKR dipimpin oleh H. Abdoel Hamid, H. Abdurrahim dll. Kedistrikan Sakra KNI dipimpin L. Roeslan, dan BKR dipimpin Aroeman. Untuk Asisten Distrik Masbagik yang berpusat di Aikmel juga dibentuk KNI dengan pimpinan Mamiq Ripaah, Mamiq Indra, dan Yoesoef, sedang BKR dipimpin L. Djaya, Rawisah, Abd. Rahim, Abdollah, Bapak Yah dan H. Abd. Rahman.
Selain KNI, BKR, PMI, dan BBI, berdiri juga Lasykar BASMI pada nopember 1945 di Aikmel dan Angkatan Pemuda Indonesia (API) yang bertujuan membasmi siapa saja yang menghalangi kemerdekaan dan mencari senjata Jepang.
Dalam perjalanan waktu Lasykar BASMI ini di bentuk juga di Pringgasela, Kalijaga, Mamben, dan Lenek. Lasykar BASMI ini dikepalai oleh Sayid Saleh dari Pringgasela. Lasykar ini bersenjatakan kelewang, keris, bateq, bambu runcing, dll, dengan keyakinan bahwa membela negara adalah wajib dan fi sabilillah
Pada tanggal 17 Januari 1946, API cabang Lombok Timur  dibentuk di Selong. Pada hari itu juga berkumpullah BKR dan Para pemuda dari seluruh distrik. BKR dan Lasykar rakyat ini sambil jalan kaki melakukan Takbir dan pekik merdeka sepanjang jalan. Sejak pagi mereka berangkat menuju Lapangan Balapan Kuda untuk menunjukkan kekuatan mereka sebagai tantangan kepada sikap Jepang yang mengambil alih pemerintahan di Lombok Timur. Dari Distrik Pringgabaya sekitar 2000 orang pasukan bergabung dengan pasukan yang dari Aikmel berjalan kaki sejauh 30 Km menuju Selong.
  Akibatnya adanya pawai kekuatan dari pemuda dan BKR ini, maka pada tanggal 17 Januari 1946 para pimpinan BKR seperti Poetradjab yang jadi guru di Teros dan Lalu Thohir yang mengajar di Pringgabaya di ancam akan dipindahkan ke Gondang dan Tanjung Lombok Barat, tetapi keduanya menolak sehingga dipecat jadi guru.
Setelah terbentuknya badan perjuangan sampai di tingkat distrik, maka segera diadakan rapat umum di berbagai desa guna memberikan penyadaran kepada rakyat tentang pentingnya hak dan kewajiban sebagai bangsa yang merdeka, pentingnya persatuan dan kesatuan, serta upaya apa yang harus dilakukan untuk mempertahankan kemerdekaan.

3.       Perlawanan Rakyat Terhadap Pendudukan Jepang
Proklamasi 17 Agustus 1945 menjadi pembuka mata hati rakyat Indonesia dan Lombok Timur bahwa bangsa kita punya harga diri dan tidak ingin ditindas. Penjajah harus enyah dari bumi Selaparang Lombok Timur, senjata mereka harus direbut. Saat itulah Pemuda-pemuda Lotim dengan segenap kemampuan menggelorakan perlawanan rakyat Lombok Timur.
Desember 1945 tentara Jepang dipencar ke Labuhan Haji, Wanasaba, Lendang Marang, dan Timba Nuh dengan alasan menjaga keamanan rakyat tetapi sebaliknya mereka melucuti rakyat.
Sejak Desember 1945 Jepang kembali mengambil alih kursi pemerintahan dengan alasan keamanan tidak terjamin. Pada waktu itu Lombok Barat dan Lombok Tengah menyerah kepada Jepang, sedangkan Lombok Timur tetap konsisten sama sekali tidak bersedia menyerahkan pemerintahan kepada Jepang. Kepala Daerah Lombok R.N. Noeraksa mencoba membujuk Kepala Pemerintah Lombok Timur Mq. Fadelah untuk menyerahkan kekuasaan, namun sikap beliau yang didukung para pimpinan perjuangan  Lombok Timur tetap pada pendirian sama sekali tidak bersedia menyerahkan kekuasaan karena jika menyerahkan kekuasaan maka dicap berhianat kepada pemerintah RI. Gagal membujuk  lewat rapat resmi. R.N. Noeraksa mengajak Mq. Fadelah, Mq. Ripaah, dan Mq. Muhammad berunding di Suela, namun uasaha itu juga gagal.
A.       Penyerbuan Markas Tentara Jepang di Barangpanas
Perjuangan mempertahankan kemerdekaan ini harus diupayakan dengan segenap kekuatan didukung dengan senjata. Walaupun Lasykar-lasykar umumnya terdiri dari orang-orang yang yakin perjuangan mereka diridhoi Alloh SWT dan umumnya memiliki senjata dari tentara Jepang unruk menghadapi kemungkinan-kemungkinan.

Markas tentara jepang di Barang panas, Timbanuh dan Lendangmarang menjadi incaran tempat merampas senjata. Di Pringgasela, Sayid Saleh selaku komandan Lasykar BASMI yang terdiri dari kumpulan masyarakat Anjani, Masbagik, Rempung, Pringgasela dll.

Dengan dukungan tokoh masyarakat, ulama dll, sebanyak 85 orang pemuda pada malam Rabu 11 Desember 1945 bersenjatakan kelewang, keris, golok menyerbu markas Jepang di Barangpanas desa Kembangkuning. Namun penyerangan ini gagal karena Lasykar BASMI ini terdiri dari tokoh agama Islam yang taat tetapi mempunyai kemampuan militer yang kurang mumpuni. Pertempuran ini memnyebabkan 5 orang pejuang gugur di medan tempur yaitu Bapak Hawa, Bapak Minah, Bapak Muhammad, Bapak Selamah, dan Alam. Jenazah mereka dimakamkan di Pringgasela, baru pada tanggal 17 Nopember 1962, kerangka kelima pejuang tersebut dipindahkan ke Makam Pahlawan Rinjani Selong.

Peristiwa ini semakin menggelorakan para pemuda Lombok Timur. Semangat kemerdekaan semakin tebal. Api perlawanan suci dari keteguhan agama Islam menjadi alasan kuat memberontak kepada Jepang.
B.       Penyerangan Markas Jepang Di Wanasaba
Wanasaba merupakan suatu desa yang berada dalam wilayah Distrik Masbagik Timur yang berpusat di Aikmel. Di Desa Wanasaba ini ada sebuah pos tentara Jepang untuk menjaga padi yang dikumpulkan di tempat itu. Pada saat itu rakyat memang sangat tidak senang kepada Jepang. Oleh karena itu, sepak terjang tentara jepang membuat pemuda lasykar menjadi mendidih.

Puncaknya di Tembeng Putik, desa Mamben Lauk para pemuda melkukan gangguan terhadap tentara jepang yang berpatroli. Karena ada gangguan tersebut maka jepang menambah kekuatannya.

Sore Hari Senin 17 Desember 1945 ratusan lasykar rakyat Tembeng Putik menyerang pos tentara Jepang di Wanasaba dengan senjata seadanya didorong keyakinan “sabilillah” maka dengan suara takbir “Alloohu Akbar” rakyat maju menyerbu. Disaat pejuang sudah dekat, Jepang melepaskan tembakan di udara, namun dengan semangat pantang mundur mereka tidak gentar sedikitpun. Penyerangan ini sedikitnya menyebabkan 6 pejuang gugur yaitu: H. Syamsuddin, H. Tahir, Amaq Djainur, Amaq Djahrah, Amaq sapinah, Amaq Muadah, mereka dimakamkan di Tembeng Putik.

4.       Perlawanan Terhadap NICA
Pada tanggal 18 Maret 1946, sekutu yaitu Inggris bertugas melucuti Jepang di Indonesia mendarat di Ampenan. Kedatangan Sekutu yang semula disambut gembira oleh rakyat berubah menjadi kecurigaan karena sekutu datang membonceng NICA.
Belanda dengan NICAnya sebelum mendarat di Lombok terlebih dulu menguasai Sumbawa untuk memonitor situasi Lombok. Melihat situasi maka NICA tidak berani mendarat di Lombok Timur karena sepanjang pantai di Lombok Timur dijaga pemuda BKR. Koordinator penjaga tersebut antara lain Soedarjo di Pantai Labuhan Haji, Poetrajab dan Lalu Sahak di Pantai Ijobalit sampai Korleko dan Lalu Abdoerrahman di Pantai Pringgabaya sampai Sambelia.
Tanggal 19 Maret 1946, Pimpinan tentara sekutu Pitter Kamm melakukan pertemuan dan menyatakan pemerintah di Lombok diambil alih sekutu. Tentu pernyataan itu sangat ditentang pimpinan pro republik. Maka pada hari itu pula NICA menunjukkan belangnya dengan menangkap para pimpinan badan-badan perjuangan baik di Lobar, Loteng, maupun di Lombok Timur sendiri.
Karena sudah merasa aman dari gangguan rakyat, maka pada 27 Maret 1946 tentara NICA mendarat di Lembar. Pada hari itu juga  Bendera Belanda dikibarkan kembali, larangan-larangan kembali diberlakukan. Belanda menarik simpati rakyat dengan cara membagi-bagikan sandang,pangan,permen dll kepada rakyat.
A.       Mempersiapkan Aksi Terhadap NICA
Masuknya NICA membuat para pejuang yang tidak ditangkap menjadi khawatir. Oleh karena itu, mereka secara sembunyi-sembunyi melakukan koordinasi dan menyampaikan informasi satu sama lain karena. Taktik ini dilakukan karena NICA selalu melakukan pengawasan terhadap anggota BKR dan Lasykar BASMI. Di Selong para pejuang tidak menampakkan aktivitasnya karena berusaha menghindar dan menyebar ke desa-desa. Para pemuda Selong langsung berhubungan dengan Sayid Saleh selaku pimpinan Lasykar Pringgasela. H. Moh. Faesal di Pancor diam-diam mempersiapkan santrinya sebagai pasukan. Sementara Lasykar Tebaban dikoordinir Syah, Maidin dkk.
Untuk menghindari pengawasan NICA, para pemuda API mengadakan rapat di Selong. Rapat ini dilakukan sebagai arena mufakat untuk pergi ke Jawa dan Makassar untuk mencari bantuan senjata. Esok harinya, Muh. Syah, Maidin dkk, berangkat ke Lb. Lombok tetapi mereka dicegat NICA ketika mau menaiki perahu. Salah satu pemuda Selong yaitu M. Salikin juga berencana ke Jawa tapi persembunyiannya di Lb. Lombok juga digerebek NICA. Pada akhirnya M. Salikin di angkut ke Surabaya dan dimasukkan ke dalam penjara Kaliosok.
Di Otak Aik Pancor, terjadi pertemuan singkat antara Djumhur Hakim yang saat itu sebagai kepala BKR Lendang Nangka, dengan H. Misbah (Kepala Desa Masbagik) dan Mq. Rojihatun (BKR masbagik). Kelanjutan pertemuan di Otak Aik Pancor itu, pada tanggal 11 Mei 1946 Mq. Muhammad, Djumhur Hakim, Lalu Sahak, R. Soekro, Mohasioen, dan Mas Soemidjan. Hasil perundingan mereka antara lain:
·      Mengusahakan agar pimpinan yang masih dalam tahanan secepatnya dikeluarkan
·      Akan menghimpun kekuatan untuk mengadakan aksi terhadap NICA
·      Membentuk organisasi perjuangan bernama Badan Perjuangan Rakyat Indonesia (BPRI)
Selanjutnya terjadi pertemuan di rumah H. Misbah Masbagik pada 27 Mei 1946. Pada pertemuan itu Sayid Saleh mendesak agar secepatnya melakukan serangan terhadap NICA sebelum keburu ditangkap. Akhirnya untuk melaksanakan mandat Sayid Saleh tersebut, para pemuda pejuang seperti R. Soekarso, R. Soejatim, Soewoso, H. Akhmad Rifai, Mastoer Rais, Lalu Djumudin, dan Badaroeddin berkumpul di rumah M. Asmo di Selong. Tak ketinggalan para pelajar Lombok Timur yang sekolah di Mataram  seperti Lalu Muslihin dan Muchtar juga ikut menentang NICA karena Kepala Sekolah mereka ditangkap dan diganti oranorang NICA.
Melihat pergerakan-pergerakan pejuang itu, NICA menjadi resah. Dan keresahan itu terbukti ketika pada Mei 1946 Lasykar Banteng Hitam pimpinan Djumhur Hakim mulai melakukan gangguan kepada NICA. Gangguan tersebut berupa pengibaran bendera Merah Putih di depan sekolah Dwi Sempurna, penempelan bendera Merah Putih berukuran kecil di Pasar Sapi Masbagik, dan penempelan spanduk atau plakat di Gapura Masjid Masbagik yang berbunyi:
“Kepada saudara-saudara putra Sasak disampaikan ucapan terima kasih atas sambutan saudara-saudara. Kepada saudara putra Indonesia suku Ambon insyaflah akan panggilan ibu pertiwi. Kepada bangsa asing terutama Tionghoa jangan menghalangi perjuangan suci kami. Ketahuilah pimpinan-pimpinan RI sedang mengadakan perundingan dengan H.J. Van Mook pimpinan NICA. Jawa, Madura, Sumatra sudah diserahkan kecuali Borneo, Selebes, Kepulauan Maluku, Nuiginia, Kepulauan Sunda Kecil sedang dalam penyelesaian. Ketahuilah Banteng Hitam sudah lama bersarang di Pulau Lombok. Tunggu tanggal mainnya”
Tulisan plakat ini membuat NICA marah besar, NICA menghujani plakat ini dengan peluru sambil menantang Banteng Hitam. Kaki tangan NICA berkeliaran mengawasi rakyat. Rakyat diperalat untuk antipati kepada Banteng Hitam. Bukti berhasilnya hasutan NICA itu, muncul plakat yang berbunyi: “Hai Banteng Hitam tunjukkan hidungmu ! rumah potong hewan sudah sedia ! pisau sudah tajam, akan kami babat kamu menjadi lawar” di salah satu rumah potong hewan di Kopang.
Oleh pemuda Kopang plakat tersebut dibalas dengan tulisan: “Sekali Merdeka! Tetap Merdeka! Hidup Merdeka atau Mati! ” di tembok masjid Pengoros.
Lasykar Pejuang di Lombok Timur menetapkan tanggal 2 Juni 1946 sebagai waktu yang tepat menyerang markas tentara NICA di Selong. Berita ini tersebar ke seluruh pelosok Lombok Timur, bahkan sampai ke Lombok Barat yaitu dengan dibuktikan bahwa beberapa hari sebelum penyerangan para pimpinan perjuangan yang ditahan di Mataram mengetahui rencana itu dari mandor penjara.
Sehari sebelum penyerangan secara diam-diam Sayid Saleh pergi ke Tebaban, Pancor, dan Anjani untuk menyiapkan Lasykar. Penyerangan ini diatur pembagian tugas. Lasykar Tuntel pimpinan Yek Ismail dan Saman langsung ke Pancor. H. Machsun mengatur strategi di Kokok Masbagik Daya, sementara H. Misbah memimpin pemutusan kawat telepon dan memasang rintangan agar NICA yang membantu dari Mataram tidak bisa lewat.
Singkat cerita penyerangan ini gagal karena NICA memprovokasi rakyat dengan mengatakan bahwa akan ada perampok dari jurusan barat menuju Selong. Masyarakat Pancor diancam jika perampok bisa masuk Pancor maka NICA tidak segan-segan akan membumihanguskan Pancor. Di Rempung rakyat diancam akan dibakar desanya jika tidak mau keluar rumah untuk menghalangi pasukan Sayid Saleh. Oleh karena itulah, Sayid Saleh dan pasukannya mengurungkan niat menyerang NICA karena khawatir akan terjadi pertempuran dengan sesama rakyat.
B.       Pertempuran 7 Juni di Selong
Setelah gagalnya penyerangan markas tentara NICA pada tanggal 2 Juni 1946 dan penangkapan para pemimpin pejuang di daerah, para pejuang yang masih bebas dari tangkapan NICA mengadakan hubungan-hubungan dan koordinasi untuk mengadakan perlawanan kembali.
Pada hari Kamis, 6 Juni 1946 di rumah H. Muhammad, desa Pringgesela, penyerbuan itu direncanakan. Bersama Sayid Saleh, Djumhur Hakim dari Lendangnangka, Muh. Syah dan Maidin dari Selong, Sayid Salim dari Tebaban, Amaq Arisah dari Anjani membahas taktik penyerangan. Hari itu juga Sayid Saleh dengan Djumhur Hakim pergi ke Lenek dan Kalijaga untuk menghimpun laskar yang akan bergabung dengan Lasykar Sayid Saleh di Pringgesela nanti. Diputuskan penyerbuan harus dilakukan secepatnya sebelum pihak NICA mengadakan penangkapan-penangkapan kembali. Strategi penyerbuan diatur. Lasykar-lasykar pejuang dari Tebaban, Dasan Borok, Suralaga, Anjani, dibawah pimpinan Sayid Salim, Amaq Arisah, Muh. Syah dan Maidin akan mengadakan penyerangan dari sektor utara.
Lasykar dari Pringgesela, Lendangnangka, Kumbung, Danger, Kalijaga dan Lenek mengadakan konsentrasi di Danger untuk kemudian bergerak ke Selong. Pasukan ini akan memasuki Kota Selong dari Sektor Utara.
Pimpinan pejuang rakyat dari Pancor, H.Moh.Faisal, mengadakan koordinasi dengan Sayid Saleh di Pringgasela. Dicapai kesepakatan untuk mengadakan konsentrasi pasukan di Bungbasari pada tengah malam sebelum penyerbuan.
Selepas Sholat Asyar, Lasykar BASMI pimpinan Sayid Saleh dari Pringgasela bergabung dengan Lasykar Banteng Hitam pimpinan Djumhur Hakim di Pertigaan Kultur. Kemudian berikutnya bergabung juga lasykar-lasykar dari Kumbung dan Danger. Menelusuri jalan-jalan kecil yang aman dari incaran kaki tangan NICA, pasukan bergerak secara sembunyi-sembunyi melalui Lendang Keseo, Rumeneng, Utara Padamara ke Timur Paok Pampang. Ditempat ini bergabung lasykar dari Dasan Lekong pimpinan Lalu Muhdar menuju Pancormanis, ke pertigaan Denggen menuju Batu Belek, ke dusun Ketangga melalui utara Gunung Kembar sampai tempat konsentrasi pasukan di Bungbasari. Di Bungbasari strategi penyerbuan markas NICA di Kota Selong dimantapkan.
Hari Jum’at malam Sabtu tanggal 7 Juni 1946 dini hari dengan suara takbir yang bergemuruh “ Alloohu Akbar “ Lasykar-lasykar pejuang Lombok Timur dengan bersenjatakan keris, golok, kelewang, bambo runcing dan lain-lain mengempur Markas Gajah Merah milik tentara NICA. Mendahului pasukan lainnya Sayid Saleh dan kawan-kawannya mengamuk dengan kelewangnya membabat tentara NICA yang panik karena serangan mendadak ini. Ketika Lasykar-lasykar berikutnya mulai merangsek maju, baru tentara NICA ini mulai menyadari serbuan ini.
Pasukan Lasykar Rakyar mundur teratur karena tidak dapat mengimbangi peralatan persenjataan musuh. Persenjataan memang senjata tradisional, diketahui waktu itu senjata api berupa pistol hanya sepucuk yang dipegang oleh H.Moh.Faisal.
Malam itu pada pertempuran 7 Juni 1946 di Kota Selong, Sayid Saleh bersama H.Moh.Faisal, dan Abdullah gugur di markas tentara Gajah Merah. Sementara di pihak NICA sejumlah 8 orang yang tewas. Malam itu secara rahasia semua tentara NICA yang tewas ini diangkat dan dikuburkan di Mataram.
Pada esok harinya ketiga jenazah pejuang ini dimakamkan oleh para santri dari perguruan NW Pancor. Atas petunjuk TGH.Muhammad Zainuddin Abd.Majid, jenazahnya dimakamkan sebagai sahid di perkuburan umum Selong.
Tidak seimbangnya kekuatan dalam perlawanan rakyat ini memang sudah dapat dibayangkan. Terbatasnya pengalaman perang dari Lasykar dan rakyat sangat berpengaruh, disamping tersedianya persenjataan. Strategi yang tidak didukung penguasaan sandi-sandi peranng menyebabkan lemahnya pertukaran informasi antara Lasykar. Lasykar rakyat hanya dibekali tekad dan semangat, serta keyakinan akan perjuangan mempertahankan kemerdekaan, tiada pilihan lain “ Merdeka atau Mati”.
Akhirnya sejak pertempuran ini, NICA menghasut rakyat untuk berdemonstrasi keliling kota Selong untuk memojokkan pejuang-pejuang. Banyak pejuang dari sekitar Pringgabaya, Masbagik, Lendang Nangka, Lenek, Tebaban, Gapuk, Rumbuk, Lepak, Rarang, dan Dasan Lekong ditahan di penjara Selong dan sebagian dikirim ke penjara Denpasar dan Ambon.
Keadaan seperti ini berlangsung sampai penyerahan kedaulatan tanggal 27 Desember 1949. Bersamaan dengan itu pula masyarakat Lombok Timur menyambut hidup baru yaitu bebas dari penjajahan.

BAB III
PENUTUP
A.     Kesimpulan
Berdasarkan Pembahasan pada Bab II dapat kita simpulkan bahwa perjuangan-perjuangan rakyat Lombok Timur dari sebelum Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 maupun sesudahnya adalah peristiwa yang besar artinya dalam perjuangan Bangsa Indonesia. Beberapa contoh perjuangan yang dilakukan oleh organisasi perjuangan seperti API, BKR,KNI dan Lasykar-lasykar rakyat seperti Lasykar BASMI dan BANTENG HITAM pada masa peralihan penjajahan Belanda ke masa penjajahan Jepang yaitu adalah terjadinya peristiwa pertempuran di Barangpanas Desa Kembang Kuning pada 11 Desember 1945 dan perlawanan Lasykar rakyat di Desa Wanasaba pada 17 Desember 1945. Selanjutnya terjadi penyerangan terhadap markas tentara Gajah Merah milik NICA di Selong pada 7 Juni 1946.
Perjuangan ini tentu tidak lepas dari jasa para pahlawan seperti Djumhur Hakim, Sayid Saleh, H. Moh. Faesal, Moh. Syah dll yang rela mati mempertahankan kemerdekaan. Mereka yakin dengan semangat “Laa Ilaha Illallooh” , Merdeka atau Mati dan Takbir tidak kenal gentar menyerbu musuh walaupun dengan persenjataan seadanya.
B.     Saran
Sebagai generasi muda Lombok Timur khususnya dan Nusa Tenggara Barat pada umumnya kita harus mengetahui sejarah perjuangan masyarakat kita agar kita dapat meneladani semangat perjuangan beliau yang tidak kenal menyerah dalam situasi apapun.


3 komentar:

  1. Cuplikan ini memberikan kita hidayah agar kita dapat meneladani semangat perjuangan rakyat-rakyat Nusa Tenggara Barat dan seluruh pejuang dari seluruh Indonesia

    BalasHapus
  2. Tks Harfian As-Sasaki yg mengupas sejarah perjuangan di p Lombok. Tulisan ini seharusnya menjadi bahan pertimbangan pemerintah dalam menyusun sejarah perjuangan di Lombok sesuai dgn fakta bukan krn kepentingan politik orang perorang. Sejarah iini kelak menjadi warisan generasi terdahulu, sekarang bagi generasi kemudian.

    BalasHapus