BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Perjuangan Bangsa Indonesia
dalam mewujudkan kemerdekaannya dari tangan para penjajah sama usianya dengan
penjajahan itu sendiri. Perjuangan ini berlangsung dari kurun waktu ke kurun
waktu. Sebagai mata rantai perjuangan rakyat di berbagai daerah.
Salah satu perjuangan itu
terjadi Pulau Lombok yaitu adanya perlawanan rakyat Lombok terhadap Belanda
pada tahun 1894 yang menewaskan Wakil Panglima tentara Belanda Mayjen. P.P.H.
Van Ham.
Di Lombok Timur muncul juga
perlawanan-perlawanan terhadap Belanda seperti Perang Gandor pada 1898, pemberontakan
Pringgabaya 1 tahun 1911 dan pemberontakan Pringgabaya 2 pada tahun 1913. Pada
akhir masa penjajahan Belanda yang beralih ke masa penjajahan Jepang perlawanan
rakyat semakin tinggi, ini dibuktikan dengan terjadinya peristiwa pertempuran
di Barangpanas Desa Kembang Kuning pada 11 Desember 1945 dan perlawanan Lasykar
rakyat di Desa Wanasaba pada 17 Desember 1945. Selanjutnya terjadi penyerangan
terhadap markas tentara Gajah Merah milik NICA di Selong.
Peristiwa-peristiwa di atas
jelas menegaskan semangat pantang menyerah rakyat Lombok Timur dalam
memperjuangkan kemerdekaan dengan kalimat Takbir dan pekikan Merdeka.
B. Rumusan
Masalah
§ Menjelaskan keadaan
Lombok Timur menjelang pecahnya Perang Asia Timur Raya dan Masa Pendudukan
Jepang
§ Menjelaskan
situasi menjelang Proklamasi Kemerdekaan RI
§ Menjelaskan
berbagai peristiwa perlawanan rakyat terhadap pendudukan Jepang di Lombok Timur
§ Menjelaskan
berbagai macam perlawanan rakyat Lombok Timur terhadap tentara NICA.
C. Tujuan
§ Mengetahui
keadaan Lombok Timur menjelang pecahnya Perang Asia Timur Raya dan Masa
Pendudukan Jepang
§ Mengetahui
situasi menjelang Proklamasi Kemerdekaan RI
§ Mengetahui berbagai
peristiwa perlawanan rakyat terhadap pendudukan Jepang di Lombok Timur
§ Mengetahui
berbagai macam perlawanan rakyat Lombok Timur terhadap tentara NICA.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Menjelang
Pecahnya Perang Asia Timur Raya dan Masa Pendudukan Jepang
A. Lombok
Timur Sebelum Perang Asia Timur Raya
Masa
pemerintahan Belanda terkenal dengan politik pecah belahnya. Rakyat selalu
diselimuti kebodohan serta keterbelakangan dalam segala aspek kehidupan. Pada
masa itu, menurut pembagian geografis, Lombok Timur disebut Onder Afdeeling van
Oost Lombok dengan kedudukan Controleur di Selong. Pada tingkat bawah terdapat
Kepala Distrik yaitu antara lain: Distrik Pringgabaya dikepalai oleh Lalu Noersaid,
Distrik Rarang Timur yang berpusat di Selong dikepalai oleh Lalu Mesir, Distrik
Masbagik dikepalai oleh H. Moestafa, Distrik Sakra dikepalai oleh Mamiq
Mustiarep, Distrik Rarang Barat dikepalai oleh H. Kamaloedin. Sedangkan distrik
yang agak luas diangkat seorang Asisten Distrik yaitu Mamiq Muhammad yang
menjabat sebagai Asisten Distrik Pringgabaya dan Mamiq Ripaah yang menjabat
sebagai Asisten Distrik Masbagik Timur yang berpusat di Masbagik Timur.
Dibawah
Distrik ini adalah Kepala Desa yaitu orang kaya atau orang berpengaruh. Setiap
desa dilengkapi oleh keliang, tempek, dan beberapa pekasih.
Pada masa
itu dalam dunia pendidikan yaitu hanya terdapat dua jenis sekolah yaitu di
tingkat desa terdapat sekolah desa (volkschool) sampai kelas 3 dan di tingkat distrik
terdapat vervokschool yaitu lanjutan sekolah desa sampai kelas 5. Vervokschool
ini hanya terdapat di Pringgabaya, Selong, Masbagik dan Sakra. Di selong pada waktu
itu juga terdapat SD yang berbahasa Belanda yaitu Schalkeschool yang dikelola
yayasan “Anjah Sasak” asuhan dr. Soejono.
Menjelang
tahun ’40-an di Selong dibuka sekolah kursus guru yaitu Cursus Volk Onderways
yang lulusannya menjadi guru sekolah desa, sedang guru sekolah lanjutan yaitu
lulusan Normal Cursus Singaraja Bali.
Pihak
swasta juga pada masa itu sudah mendirikan sekolah. Salah satunya yaitu
Organisasi Muhammadiyah mendirikan Madrasah Diniyyah Islamiyah di Selong, Serta
NWDI yang mendirikan Madrasah Tsanawiyah di Pancor pada Tahun 1935. Sebelum itu
pada sekitar tahun 1930-an Madrasah Al-Irsyad didirikan di Labuhan Haji.
Meski dalam
pendidikan umum sangat terbelakang, namun dalam pendidikan agama, rakyat Lotim
sangat fanatik. Banyak ulama dari daerah ini antara lain: yaitu TGH Moh. Harits
Mansyur di Pohgading dari kalangan Muhammadiyah, TGH. Zainuddin AM, TGH. Umar
dari Kelayu, TG. Badar dari Pancor dll.
Sejak tahun
1940-an berdiri kepanduan Hizbul Wathan Muhammadiyah yang dipimpin pemuda dari
Yogya yaitu Muhasan Malaka, Abd. Muin, dan Sahabuddin.
Semangat
nasionalisme pada waktu itu tidak bisa berkembang, baru pada 1930-an datang
seorang Muballigh Muhammadiyah asal Yogya datang ke Selong menanamkan semangat
kebangsaan dan pantang menyerah yang cukup berhasil .
B. Masa Pendudukan Jepang
Di Pulau
Lombok Jepang mendarat pertama kali di Ampenan pada tanggal 8 Mei 1942. Selanjutnya
pada 12 Mei 1942 rakyat menyambut gembira datangnya Jepang di Labuhan Haji dan
di Lapangan Kota Selong (Sekarang Masjid Agung Al-Mujahidin), yang kemudian pada
akhirnya kecewa karena Merah Putih dan lagu Indonesia Raya dilarang berkibar
dan berkumandang
Untuk
melanjutkan pemerintahan Sipil tentara Jepang mengangkat pegawai dari bangsa
Jepang dan Bangsa Indonesia. Kepala Pemerintahan Lotim bentukan jepang disebut
Tobu Lombok Bunken Kanrikan. Sistem pemerintahan Jepang pada waktu itu sangat
otoriter yaitu adanya Romusha yang membangun benteng pertahanan di Tanjung
Ringgit yaitu berupa terowongan dan meriam.
Di bidang
Pendidikan pada masa ini banyak di buka
sekolah-sekolah, antara lain yaitu sekolah guru empat tahun ( Sihan
Gakko) di Selong. Pada 1942 sekolah guru ini dipindah ke Mataram. Di
sekolah-sekolah ini diajarkan tentang bahasa jepang dan pelajaran
geopolitik Asia Timur Raya yang
diarahkan pada pemujaan kejayaan Jepang. Di sekolah ini juga serta di
kantor-kantor diwajibkan melakukan senam (taiso), siang hari latihan militer
(kyoren) dan pada sore diadakan kerja bakti ( kinrohisi), demikian pula apel
bendera menghormati bendera Hinomaru yang didahului hormat membungkuk 45’.
Lama
kelamaan sejak pendudukan jepang, kondisi ekonomi masyarakat sangat parah
karena hasil pertaniannya diserahkan pada jepang. Hutan di Pringgabaya ditanami
kapas, pohon bambu, sapi, ayam,telur diambil secara paksa dari rakyat.
Akibatnya rakyat banyak yang sakit, bahkan sampai mati kelaparan.
Akibat dari
keadaan yang mengenaskan ini, rakyat saling curiga satu sama lain. Tidak
sedikit yang menjadi korban kempetai (kaki tangan jepang). Salah satu kempetai
yang sangat ditakuti yaitu Wayan Yatra yang mati mengenaskan dengan cara
gantung diri di penjara Mataram sekitar pertengahan tahun 1946.
2. Menyambut
Proklamasi Kemerdekaan
A. Keadaan
Menjelang Proklamasi
Pertengahan
Agustus 1945, sebanyak empat orang anggota Syu Kai Giin (wakil rakyat) dari
Lombok yaitu: R.N. Noeraksa, Mamiq Fadelah, Go Sin Tjong, dan I Nengah Metera
yang akan mengikuti konferensi sehubungan dengan persiapan penyerahan
Kemerdekaan Indonesia dari Jepang kepada Bangsa Indonesia. Akhirnya konferensi
ini batal karena di dalam perjalanan, mereka mendengar Jepang menyerah kepada
sekutu.
Pada
tanggal 18 Agustus 1945 Ken Kanrikan daerah Lombok menyelenggarakan rapat di
Mataram. Dalam rapat tersebut diumumkan bahwa Jepang telah berdamai dengan
sekutu, tetapi keamanan masih dipegang Dai Nippon.
Pertengahan
September 1945 para pelajar asal Sumbawa yang sekolah di Jawa pulang. Salah
satu pelajar itu adalah Lalu Mandja yang berasal dari Sumbawa mengumumkan bahwa
pengumuman kemerdekaan di Surabaya telah diumumkan pada rapat umum tanggal 9
September 1945.Atas berita ini Pemerintah Daerah Lombok mengadakan rapat dengan
seluruh tokoh masyarakat di gedung Mardibekso Mataram yang mengahasilkan
keputusan bahwa rakyat Lombok bertekad menyambut Proklamasi Kemerdekaan 17
Agustus 1945 dan secepatnya membentuk badan-badan perjuangan.
B. Pembentukan
Badan-Badan Perjuangan
Badan-badan
perjuangan yang pertama-tama berdiri di daerah Lombok yaitu Komite Nasional
Indonesia Daerah Lombok, Badan Keamanan Rakyat, PMI, dan BBI yang berdiri
pada 8 Oktober 1945. Pembentukan
badan-badan ini dimulai ketika utusan Gubernur Sunda Kecil R. Hollan yang
membawa surat tugas dari Gubernur Sunda Kecil Gusti Ketut Poedja yang berisi
penunjukan Made Putu Wirya sebagai formatur pembentukan KNI Daerah Lombok
disertai utusan dari Jawa Soekardani dan Soekardi.
KNI Daerah
Lombok ini diketuai Hasmo Soewignyo dengan anggota Lalu Danilah, Lalu Serinata,
Selamet, D.A. Comenit, Made Putu Wirya, Lalu Oesman dll., sedangkan BKR daerah
Lombok diketuai Soekotjo dengan dibantu Soekardi, Rameli, Mursayid, Hanafiah
dll. Sementara itu Barisan Buruh Indonesia diketuai Soemantri dengan beberapa pengurus lainnya.
Dalam
perkembangan berikutnya, di Lombok Barat dibentuklah organisasi Persatuan Umat
Islam Lombok (PUIL) yang didirikan oleh H. Mustajab, H. Said, Moerdikun, Hamzah
Karim, H. Musannif, H. Saroedji, Abd. Hakim, Moh. Zain, H. Hanan, H.
Djalaluddin.
Setelah
dibentuknya badan-badan perjuangan tersebut maka segeralah diadakan rapat-rapat
umum untuk mengumumkan Proklamasi Kemerdekaan. Rapat umum itu berurutan dari
tanggal 15 Oktober 1945 di Lapangan Mataram, 16 Oktober 1945 di Lapangan Praya,
serta pada tanggal 17 Oktober 1945 di Lapangan Selong.
Di Lapangan
Balapan Kuda (sekarang Lap. Nasional) Selong, rapat umum ini dihadiri puluhan
ribu rakyat Lombok Timur. Karena pada saat itulah untuk pertama kali Bendera
Merah Putih dikibarkan dan disambut dengan kegembiraan dan tangis haru.
Teriakan kemerdekaan membahana dimana-mana bahkan lencana Merah Putih melekat
pada topi dan baju siswa, pegawai, pemuda dan rakyat.
Kemudian
dibentuklah badan-badan perjuangan di Lombok Timur. KNI Lombok Timur untuk
pertama kali dipimpin Dr. Kt. Noeridja, dengan R.B. Moedjiman, Noersana,
Rasjidi, Joesoep Tajib Napis, H. Nasroeddin, serta Made Gelgel sebagai wakil
ketua. BKR dengan kepengurusan Poetrajab, Mas Asmo, Atjih Harta, Hasan, Moh.
Amin, serta Inang Bin Alam.
PMI dengan
susunan kepengurusan Dr. Kt. Noeridja dibantu Sedek, Kasimoen, Arsinah dll.
Juga dibentuk BBI dengan pengurus Mas Soedarmo, R. Rakso Atmojo, Soewono serta
bagian Logistik yaitu Made Raken, Oemar, Moertondo dll.
Selanjutnya
pengumuman kemerdekaan dilanjutkan pada tingkat distrik. Dalam setiap rapat
umum dibentuklah KNI dan BKR kedistrikan, di Distrik Pringgabaya KNI dipimpin
oleh Mamiq Muhammad, L. Thohir dll, BKR dipimpin L. Abd. Rahman dan L.
Wirasakti, Di distrik Masbagik KNI dipimpin oleh Mamiq Noersim dan L. Sjoekoer
sedangkan BKR dipimpin Moehammad dll. Di Kedistrikan Rarang Barat yang berpusat
di Sikur KNI dipimpin oleh R. Soekro, sedang BKR dipimpin oleh H. Abdoel Hamid,
H. Abdurrahim dll. Kedistrikan Sakra KNI dipimpin L. Roeslan, dan BKR dipimpin
Aroeman. Untuk Asisten Distrik Masbagik yang berpusat di Aikmel juga dibentuk
KNI dengan pimpinan Mamiq Ripaah, Mamiq Indra, dan Yoesoef, sedang BKR dipimpin
L. Djaya, Rawisah, Abd. Rahim, Abdollah, Bapak Yah dan H. Abd. Rahman.
Selain KNI,
BKR, PMI, dan BBI, berdiri juga Lasykar BASMI pada nopember 1945 di Aikmel dan
Angkatan Pemuda Indonesia (API) yang bertujuan membasmi siapa saja yang
menghalangi kemerdekaan dan mencari senjata Jepang.
Dalam
perjalanan waktu Lasykar BASMI ini di bentuk juga di Pringgasela, Kalijaga,
Mamben, dan Lenek. Lasykar BASMI ini dikepalai oleh Sayid Saleh dari
Pringgasela. Lasykar ini bersenjatakan kelewang, keris, bateq, bambu runcing,
dll, dengan keyakinan bahwa membela negara adalah wajib dan fi sabilillah
Pada
tanggal 17 Januari 1946, API cabang Lombok Timur dibentuk di Selong. Pada hari itu juga
berkumpullah BKR dan Para pemuda dari seluruh distrik. BKR dan Lasykar rakyat
ini sambil jalan kaki melakukan Takbir dan pekik merdeka sepanjang jalan. Sejak
pagi mereka berangkat menuju Lapangan Balapan Kuda untuk menunjukkan kekuatan
mereka sebagai tantangan kepada sikap Jepang yang mengambil alih pemerintahan
di Lombok Timur. Dari Distrik Pringgabaya sekitar 2000 orang pasukan bergabung dengan
pasukan yang dari Aikmel berjalan kaki sejauh 30 Km menuju Selong.
Akibatnya adanya pawai kekuatan dari pemuda
dan BKR ini, maka pada tanggal 17 Januari 1946 para pimpinan BKR seperti
Poetradjab yang jadi guru di Teros dan Lalu Thohir yang mengajar di Pringgabaya
di ancam akan dipindahkan ke Gondang dan Tanjung Lombok Barat, tetapi keduanya
menolak sehingga dipecat jadi guru.
Setelah
terbentuknya badan perjuangan sampai di tingkat distrik, maka segera diadakan
rapat umum di berbagai desa guna memberikan penyadaran kepada rakyat tentang
pentingnya hak dan kewajiban sebagai bangsa yang merdeka, pentingnya persatuan
dan kesatuan, serta upaya apa yang harus dilakukan untuk mempertahankan
kemerdekaan.
3. Perlawanan
Rakyat Terhadap Pendudukan Jepang
Proklamasi 17 Agustus 1945
menjadi pembuka mata hati rakyat Indonesia dan Lombok Timur bahwa bangsa kita
punya harga diri dan tidak ingin ditindas. Penjajah harus enyah dari bumi
Selaparang Lombok Timur, senjata mereka harus direbut. Saat itulah
Pemuda-pemuda Lotim dengan segenap kemampuan menggelorakan perlawanan rakyat
Lombok Timur.
Desember 1945 tentara Jepang
dipencar ke Labuhan Haji, Wanasaba, Lendang Marang, dan Timba Nuh dengan alasan
menjaga keamanan rakyat tetapi sebaliknya mereka melucuti rakyat.
Sejak Desember 1945 Jepang
kembali mengambil alih kursi pemerintahan dengan alasan keamanan tidak
terjamin. Pada waktu itu Lombok Barat dan Lombok Tengah menyerah kepada Jepang,
sedangkan Lombok Timur tetap konsisten sama sekali tidak bersedia menyerahkan
pemerintahan kepada Jepang. Kepala Daerah Lombok R.N. Noeraksa mencoba membujuk
Kepala Pemerintah Lombok Timur Mq. Fadelah untuk menyerahkan kekuasaan, namun
sikap beliau yang didukung para pimpinan perjuangan Lombok Timur tetap pada pendirian sama sekali
tidak bersedia menyerahkan kekuasaan karena jika menyerahkan kekuasaan maka
dicap berhianat kepada pemerintah RI. Gagal membujuk lewat rapat resmi. R.N. Noeraksa mengajak Mq.
Fadelah, Mq. Ripaah, dan Mq. Muhammad berunding di Suela, namun uasaha itu juga
gagal.
A. Penyerbuan
Markas Tentara Jepang di Barangpanas
Perjuangan mempertahankan kemerdekaan ini harus
diupayakan dengan segenap kekuatan didukung dengan senjata. Walaupun
Lasykar-lasykar umumnya terdiri dari orang-orang yang yakin perjuangan mereka
diridhoi Alloh SWT dan umumnya memiliki senjata dari tentara Jepang unruk menghadapi
kemungkinan-kemungkinan.
Markas tentara jepang di Barang panas, Timbanuh dan
Lendangmarang menjadi incaran tempat merampas senjata. Di Pringgasela, Sayid
Saleh selaku komandan Lasykar BASMI yang terdiri dari kumpulan masyarakat
Anjani, Masbagik, Rempung, Pringgasela dll.
Dengan dukungan tokoh masyarakat, ulama dll, sebanyak
85 orang pemuda pada malam Rabu 11 Desember 1945 bersenjatakan kelewang, keris,
golok menyerbu markas Jepang di Barangpanas desa Kembangkuning. Namun
penyerangan ini gagal karena Lasykar BASMI ini terdiri dari tokoh agama Islam
yang taat tetapi mempunyai kemampuan militer yang kurang mumpuni. Pertempuran
ini memnyebabkan 5 orang pejuang gugur di medan tempur yaitu Bapak Hawa, Bapak
Minah, Bapak Muhammad, Bapak Selamah, dan Alam. Jenazah mereka dimakamkan di
Pringgasela, baru pada tanggal 17 Nopember 1962, kerangka kelima pejuang
tersebut dipindahkan ke Makam Pahlawan Rinjani Selong.
Peristiwa ini semakin menggelorakan para pemuda Lombok
Timur. Semangat kemerdekaan semakin tebal. Api perlawanan suci dari keteguhan
agama Islam menjadi alasan kuat memberontak kepada Jepang.
B. Penyerangan
Markas Jepang Di Wanasaba
Wanasaba merupakan suatu desa yang berada dalam
wilayah Distrik Masbagik Timur yang berpusat di Aikmel. Di Desa Wanasaba ini
ada sebuah pos tentara Jepang untuk menjaga padi yang dikumpulkan di tempat itu.
Pada saat itu rakyat memang sangat tidak senang kepada Jepang. Oleh karena itu,
sepak terjang tentara jepang membuat pemuda lasykar menjadi mendidih.
Puncaknya di Tembeng Putik, desa Mamben Lauk para
pemuda melkukan gangguan terhadap tentara jepang yang berpatroli. Karena ada
gangguan tersebut maka jepang menambah kekuatannya.
Sore Hari Senin 17 Desember 1945 ratusan lasykar
rakyat Tembeng Putik menyerang pos tentara Jepang di Wanasaba dengan senjata
seadanya didorong keyakinan “sabilillah” maka dengan suara takbir “Alloohu
Akbar” rakyat maju menyerbu. Disaat pejuang sudah dekat, Jepang melepaskan
tembakan di udara, namun dengan semangat pantang mundur mereka tidak gentar
sedikitpun. Penyerangan ini sedikitnya menyebabkan 6 pejuang gugur yaitu: H.
Syamsuddin, H. Tahir, Amaq Djainur, Amaq Djahrah, Amaq sapinah, Amaq Muadah,
mereka dimakamkan di Tembeng Putik.
4. Perlawanan
Terhadap NICA
Pada
tanggal 18 Maret 1946, sekutu yaitu Inggris bertugas melucuti Jepang di
Indonesia mendarat di Ampenan. Kedatangan Sekutu yang semula disambut gembira
oleh rakyat berubah menjadi kecurigaan karena sekutu datang membonceng NICA.
Belanda
dengan NICAnya sebelum mendarat di Lombok terlebih dulu menguasai Sumbawa untuk
memonitor situasi Lombok. Melihat situasi maka NICA tidak berani mendarat di
Lombok Timur karena sepanjang pantai di Lombok Timur dijaga pemuda BKR.
Koordinator penjaga tersebut antara lain Soedarjo di Pantai Labuhan Haji,
Poetrajab dan Lalu Sahak di Pantai Ijobalit sampai Korleko dan Lalu
Abdoerrahman di Pantai Pringgabaya sampai Sambelia.
Tanggal
19 Maret 1946, Pimpinan tentara sekutu Pitter Kamm melakukan pertemuan dan
menyatakan pemerintah di Lombok diambil alih sekutu. Tentu pernyataan itu
sangat ditentang pimpinan pro republik. Maka pada hari itu pula NICA
menunjukkan belangnya dengan menangkap para pimpinan badan-badan perjuangan
baik di Lobar, Loteng, maupun di Lombok Timur sendiri.
Karena
sudah merasa aman dari gangguan rakyat, maka pada 27 Maret 1946 tentara NICA mendarat
di Lembar. Pada hari itu juga Bendera
Belanda dikibarkan kembali, larangan-larangan kembali diberlakukan. Belanda
menarik simpati rakyat dengan cara membagi-bagikan sandang,pangan,permen dll
kepada rakyat.
A. Mempersiapkan
Aksi Terhadap NICA
Masuknya NICA membuat para pejuang yang tidak ditangkap menjadi khawatir.
Oleh karena itu, mereka secara sembunyi-sembunyi melakukan koordinasi dan
menyampaikan informasi satu sama lain karena. Taktik ini dilakukan karena NICA
selalu melakukan pengawasan terhadap anggota BKR dan Lasykar BASMI. Di Selong
para pejuang tidak menampakkan aktivitasnya karena berusaha menghindar dan
menyebar ke desa-desa. Para pemuda Selong langsung berhubungan dengan Sayid
Saleh selaku pimpinan Lasykar Pringgasela. H. Moh. Faesal di Pancor diam-diam
mempersiapkan santrinya sebagai pasukan. Sementara Lasykar Tebaban dikoordinir
Syah, Maidin dkk.
Untuk menghindari pengawasan NICA, para pemuda API mengadakan rapat di
Selong. Rapat ini dilakukan sebagai arena mufakat untuk pergi ke Jawa dan Makassar
untuk mencari bantuan senjata. Esok harinya, Muh. Syah, Maidin dkk, berangkat
ke Lb. Lombok tetapi mereka dicegat NICA ketika mau menaiki perahu. Salah satu
pemuda Selong yaitu M. Salikin juga berencana ke Jawa tapi persembunyiannya di
Lb. Lombok juga digerebek NICA. Pada akhirnya M. Salikin di angkut ke Surabaya
dan dimasukkan ke dalam penjara Kaliosok.
Di Otak Aik Pancor, terjadi pertemuan singkat antara Djumhur Hakim yang
saat itu sebagai kepala BKR Lendang Nangka, dengan H. Misbah (Kepala Desa Masbagik)
dan Mq. Rojihatun (BKR masbagik). Kelanjutan pertemuan di Otak Aik Pancor itu,
pada tanggal 11 Mei 1946 Mq. Muhammad, Djumhur Hakim, Lalu Sahak, R. Soekro,
Mohasioen, dan Mas Soemidjan. Hasil perundingan mereka antara lain:
·
Mengusahakan agar pimpinan yang masih dalam tahanan
secepatnya dikeluarkan
·
Akan menghimpun kekuatan untuk mengadakan aksi
terhadap NICA
·
Membentuk organisasi perjuangan bernama Badan Perjuangan
Rakyat Indonesia (BPRI)
Selanjutnya terjadi pertemuan di rumah H. Misbah Masbagik pada 27 Mei
1946. Pada pertemuan itu Sayid Saleh mendesak agar secepatnya melakukan
serangan terhadap NICA sebelum keburu ditangkap. Akhirnya untuk melaksanakan
mandat Sayid Saleh tersebut, para pemuda pejuang seperti R. Soekarso, R.
Soejatim, Soewoso, H. Akhmad Rifai, Mastoer Rais, Lalu Djumudin, dan
Badaroeddin berkumpul di rumah M. Asmo di Selong. Tak ketinggalan para pelajar
Lombok Timur yang sekolah di Mataram
seperti Lalu Muslihin dan Muchtar juga ikut menentang NICA karena Kepala
Sekolah mereka ditangkap dan diganti oranorang NICA.
Melihat pergerakan-pergerakan pejuang itu, NICA menjadi resah. Dan
keresahan itu terbukti ketika pada Mei 1946 Lasykar Banteng Hitam pimpinan
Djumhur Hakim mulai melakukan gangguan kepada NICA. Gangguan tersebut berupa
pengibaran bendera Merah Putih di depan sekolah Dwi Sempurna, penempelan
bendera Merah Putih berukuran kecil di Pasar Sapi Masbagik, dan penempelan
spanduk atau plakat di Gapura Masjid Masbagik yang berbunyi:
“Kepada saudara-saudara putra Sasak disampaikan ucapan
terima kasih atas sambutan saudara-saudara. Kepada saudara putra Indonesia suku
Ambon insyaflah akan panggilan ibu pertiwi. Kepada bangsa asing terutama
Tionghoa jangan menghalangi perjuangan suci kami. Ketahuilah pimpinan-pimpinan
RI sedang mengadakan perundingan dengan H.J. Van Mook pimpinan NICA. Jawa,
Madura, Sumatra sudah diserahkan kecuali Borneo, Selebes, Kepulauan Maluku,
Nuiginia, Kepulauan Sunda Kecil sedang dalam penyelesaian. Ketahuilah Banteng
Hitam sudah lama bersarang di Pulau Lombok. Tunggu tanggal mainnya”
Tulisan plakat ini membuat NICA marah besar, NICA menghujani plakat ini
dengan peluru sambil menantang Banteng Hitam. Kaki tangan NICA berkeliaran
mengawasi rakyat. Rakyat diperalat untuk antipati kepada Banteng Hitam. Bukti
berhasilnya hasutan NICA itu, muncul plakat yang berbunyi: “Hai Banteng Hitam tunjukkan hidungmu ! rumah potong hewan sudah sedia
! pisau sudah tajam, akan kami babat kamu menjadi lawar” di salah satu
rumah potong hewan di Kopang.
Oleh pemuda Kopang plakat tersebut dibalas dengan tulisan: “Sekali Merdeka! Tetap Merdeka! Hidup
Merdeka atau Mati! ” di tembok masjid Pengoros.
Lasykar Pejuang di Lombok Timur menetapkan tanggal 2 Juni 1946 sebagai
waktu yang tepat menyerang markas tentara NICA di Selong. Berita ini tersebar
ke seluruh pelosok Lombok Timur, bahkan sampai ke Lombok Barat yaitu dengan
dibuktikan bahwa beberapa hari sebelum penyerangan para pimpinan perjuangan yang
ditahan di Mataram mengetahui rencana itu dari mandor penjara.
Sehari sebelum penyerangan secara diam-diam Sayid Saleh pergi ke
Tebaban, Pancor, dan Anjani untuk menyiapkan Lasykar. Penyerangan ini diatur
pembagian tugas. Lasykar Tuntel pimpinan Yek Ismail dan Saman langsung ke
Pancor. H. Machsun mengatur strategi di Kokok Masbagik Daya, sementara H.
Misbah memimpin pemutusan kawat telepon dan memasang rintangan agar NICA yang
membantu dari Mataram tidak bisa lewat.
Singkat cerita penyerangan ini gagal karena NICA memprovokasi rakyat
dengan mengatakan bahwa akan ada perampok dari jurusan barat menuju Selong.
Masyarakat Pancor diancam jika perampok bisa masuk Pancor maka NICA tidak
segan-segan akan membumihanguskan Pancor. Di Rempung rakyat diancam akan
dibakar desanya jika tidak mau keluar rumah untuk menghalangi pasukan Sayid
Saleh. Oleh karena itulah, Sayid Saleh dan pasukannya mengurungkan niat
menyerang NICA karena khawatir akan terjadi pertempuran dengan sesama rakyat.
B. Pertempuran
7 Juni di Selong
Setelah gagalnya
penyerangan markas tentara NICA pada tanggal 2 Juni 1946 dan penangkapan para
pemimpin pejuang di daerah, para pejuang yang masih bebas dari tangkapan NICA
mengadakan hubungan-hubungan dan koordinasi untuk mengadakan perlawanan
kembali.
Pada hari Kamis, 6 Juni 1946 di rumah H. Muhammad, desa Pringgesela,
penyerbuan itu direncanakan. Bersama Sayid Saleh, Djumhur Hakim dari
Lendangnangka, Muh. Syah dan Maidin dari Selong, Sayid Salim dari Tebaban, Amaq
Arisah dari Anjani membahas taktik penyerangan. Hari itu juga Sayid Saleh
dengan Djumhur Hakim pergi ke Lenek dan Kalijaga untuk menghimpun laskar yang
akan bergabung dengan Lasykar Sayid Saleh di Pringgesela nanti. Diputuskan
penyerbuan harus dilakukan secepatnya sebelum pihak NICA mengadakan
penangkapan-penangkapan kembali. Strategi penyerbuan diatur. Lasykar-lasykar
pejuang dari Tebaban, Dasan Borok, Suralaga, Anjani, dibawah pimpinan Sayid
Salim, Amaq Arisah, Muh. Syah dan
Maidin akan mengadakan penyerangan dari sektor utara.
Lasykar dari Pringgesela, Lendangnangka, Kumbung, Danger, Kalijaga dan Lenek mengadakan
konsentrasi di Danger untuk kemudian bergerak ke Selong. Pasukan ini akan
memasuki Kota Selong dari Sektor Utara.
Pimpinan pejuang rakyat dari Pancor, H.Moh.Faisal, mengadakan koordinasi
dengan Sayid Saleh di Pringgasela. Dicapai kesepakatan untuk mengadakan
konsentrasi pasukan di Bungbasari pada tengah malam sebelum penyerbuan.
Selepas Sholat Asyar, Lasykar BASMI pimpinan
Sayid Saleh dari Pringgasela bergabung dengan Lasykar Banteng Hitam pimpinan
Djumhur Hakim di Pertigaan Kultur. Kemudian berikutnya bergabung juga lasykar-lasykar dari Kumbung dan
Danger. Menelusuri jalan-jalan kecil yang aman dari incaran kaki tangan NICA,
pasukan bergerak secara sembunyi-sembunyi melalui Lendang Keseo, Rumeneng,
Utara Padamara ke Timur Paok Pampang. Ditempat ini bergabung lasykar dari Dasan
Lekong pimpinan Lalu Muhdar menuju Pancormanis, ke pertigaan Denggen menuju Batu Belek, ke dusun
Ketangga melalui utara Gunung
Kembar sampai tempat
konsentrasi pasukan di Bungbasari. Di Bungbasari strategi penyerbuan markas
NICA di Kota Selong dimantapkan.
Hari Jum’at malam Sabtu tanggal 7 Juni 1946 dini hari dengan suara takbir
yang bergemuruh “ Alloohu
Akbar “ Lasykar-lasykar pejuang Lombok Timur dengan bersenjatakan
keris, golok, kelewang, bambo runcing dan lain-lain mengempur Markas Gajah Merah milik tentara NICA. Mendahului pasukan lainnya Sayid
Saleh dan kawan-kawannya mengamuk dengan kelewangnya membabat tentara NICA yang
panik karena serangan mendadak ini. Ketika Lasykar-lasykar berikutnya mulai
merangsek maju, baru tentara
NICA ini mulai menyadari serbuan ini.
Pasukan Lasykar Rakyar mundur teratur karena tidak dapat mengimbangi
peralatan persenjataan musuh. Persenjataan memang senjata tradisional,
diketahui waktu itu senjata api berupa pistol hanya sepucuk yang dipegang oleh
H.Moh.Faisal.
Malam itu pada pertempuran 7 Juni 1946 di Kota Selong, Sayid Saleh
bersama H.Moh.Faisal, dan Abdullah gugur di markas tentara Gajah Merah.
Sementara di pihak NICA
sejumlah 8 orang yang tewas.
Malam itu secara rahasia semua tentara NICA yang tewas ini diangkat dan dikuburkan di Mataram.
Pada esok harinya ketiga jenazah pejuang ini dimakamkan oleh para santri
dari perguruan NW Pancor. Atas petunjuk TGH.Muhammad Zainuddin Abd.Majid, jenazahnya
dimakamkan sebagai sahid
di perkuburan umum Selong.
Tidak seimbangnya kekuatan dalam perlawanan rakyat ini memang sudah dapat
dibayangkan. Terbatasnya pengalaman perang dari Lasykar dan rakyat sangat berpengaruh, disamping
tersedianya persenjataan. Strategi yang tidak didukung penguasaan sandi-sandi
peranng menyebabkan lemahnya pertukaran informasi antara Lasykar. Lasykar
rakyat hanya dibekali tekad dan semangat, serta keyakinan akan perjuangan
mempertahankan kemerdekaan, tiada pilihan lain “ Merdeka atau Mati”.
Akhirnya sejak
pertempuran ini, NICA menghasut rakyat untuk berdemonstrasi keliling kota
Selong untuk memojokkan pejuang-pejuang. Banyak pejuang dari sekitar Pringgabaya,
Masbagik, Lendang Nangka, Lenek, Tebaban, Gapuk, Rumbuk, Lepak, Rarang, dan Dasan
Lekong ditahan di penjara Selong dan sebagian dikirim ke penjara Denpasar dan
Ambon.
Keadaan seperti ini
berlangsung sampai penyerahan kedaulatan tanggal 27 Desember 1949. Bersamaan
dengan itu pula masyarakat Lombok Timur menyambut hidup baru yaitu bebas dari
penjajahan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan
Pembahasan pada Bab II dapat kita simpulkan bahwa perjuangan-perjuangan rakyat
Lombok Timur dari sebelum Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 maupun
sesudahnya adalah peristiwa yang besar artinya dalam perjuangan Bangsa
Indonesia. Beberapa contoh
perjuangan yang dilakukan oleh organisasi perjuangan seperti API, BKR,KNI dan
Lasykar-lasykar rakyat seperti Lasykar BASMI dan BANTENG HITAM pada masa peralihan
penjajahan Belanda ke masa penjajahan Jepang yaitu adalah terjadinya peristiwa
pertempuran di Barangpanas Desa Kembang Kuning pada 11 Desember 1945 dan
perlawanan Lasykar rakyat di Desa Wanasaba pada 17 Desember 1945. Selanjutnya
terjadi penyerangan terhadap markas tentara Gajah Merah milik NICA di Selong
pada 7 Juni 1946.
Perjuangan ini tentu tidak
lepas dari jasa para pahlawan seperti Djumhur Hakim, Sayid Saleh, H. Moh.
Faesal, Moh. Syah dll yang rela mati mempertahankan kemerdekaan. Mereka yakin
dengan semangat “Laa Ilaha Illallooh” , Merdeka atau Mati dan Takbir tidak
kenal gentar menyerbu musuh walaupun dengan persenjataan seadanya.
B. Saran
Sebagai generasi muda Lombok
Timur khususnya dan Nusa Tenggara Barat pada umumnya kita harus mengetahui
sejarah perjuangan masyarakat kita agar kita dapat meneladani semangat
perjuangan beliau yang tidak kenal menyerah dalam situasi apapun.
Cuplikan ini memberikan kita hidayah agar kita dapat meneladani semangat perjuangan rakyat-rakyat Nusa Tenggara Barat dan seluruh pejuang dari seluruh Indonesia
BalasHapusTks Harfian As-Sasaki yg mengupas sejarah perjuangan di p Lombok. Tulisan ini seharusnya menjadi bahan pertimbangan pemerintah dalam menyusun sejarah perjuangan di Lombok sesuai dgn fakta bukan krn kepentingan politik orang perorang. Sejarah iini kelak menjadi warisan generasi terdahulu, sekarang bagi generasi kemudian.
BalasHapusMantab izin copas bang 😁
BalasHapus